
Partai Buruh dan KSPI Gugat Pemerintah dan Sritex atas PHK Massal yang Dinilai Ilegal
Jakarta,BeritaFaktaBanten.Com
2 Maret 2025 – Partai Buruh bersama Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) resmi mengumumkan rencana pengajuan gugatan class action terhadap pemerintah dan manajemen PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex).
Gugatan ini menyusul pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang dinilai tidak sah dan bertentangan dengan regulasi ketenagakerjaan yang berlaku.
Menurut Presiden KSPI sekaligus Ketua Partai Buruh, Said Iqbal, gugatan ini akan didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai bentuk perlawanan hukum terhadap kebijakan PHK yang dinilai melanggar hak-hak pekerja.
“Kami akan menggugat pemerintah dan manajemen Sritex karena PHK ini dilakukan tanpa mengikuti prosedur hukum yang seharusnya,” ujar Iqbal dalam konferensi pers, Minggu (2/3/2025).
Pihak yang Digugat dan Alasan Gugatan
Dalam gugatan ini, sejumlah pejabat tinggi negara turut menjadi tergugat, di antaranya:
Menteri Koordinator Perekonomian
Menteri Perindustrian
Menteri Tenaga Kerja beserta wakilnya
Menteri Investasi
Manajemen PT Sritex
Iqbal menegaskan bahwa gugatan ini merupakan bentuk citizen lawsuit, yakni perlawanan warga negara terhadap negara yang dianggap gagal melindungi hak-hak pekerja.
“Kami akan membongkar semua yang terjadi di Sritex. Tim hukum akan segera dibentuk dan dalam satu minggu hingga sepuluh hari ke depan, gugatan ini akan resmi didaftarkan,” tegasnya.
Aksi Demonstrasi dan Pembentukan Satgas Sritex
Selain langkah hukum, Partai Buruh dan KSPI juga akan menggelar aksi besar-besaran.
Pada Rabu, 5 Maret 2025, ribuan buruh akan turun ke jalan di depan Istana Negara dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Aksi serupa juga akan digelar di Semarang sebagai bentuk solidaritas.
Tak hanya itu, Partai Buruh dan KSPI berencana membentuk Satgas Sritex untuk mengawasi aset perusahaan.
Satgas ini bertugas memastikan tidak ada pengeluaran barang dari pabrik tanpa prosedur yang sah.
“Kami menduga ada permainan dalam penjualan aset Sritex. Jika pabrik disewakan, kita harus tahu siapa yang menyewa, ke mana uangnya mengalir, dan apakah karyawan tetap yang di-PHK justru akan digantikan pekerja outsourcing yang melanggar undang-undang,” ungkap Iqbal.
Pembentukan Posko Advokasi dan Dugaan Pelanggaran Hak Karyawan
Untuk membantu karyawan yang terdampak, KSPI akan mendirikan Posko Advokasi Buruh Sritex di depan pabrik.
Posko ini akan menampung aduan buruh yang tidak setuju dengan PHK atau merasa hak-haknya, termasuk pesangon dan tunjangan hari raya (THR), tidak diberikan secara adil.
“Saya yakin THR tidak akan dibayar penuh, atau bahkan akan dipotong sebagai bagian dari pesangon,” ujar Iqbal.
Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Sukoharjo, per 1 Maret 2025, sebanyak 8.400 karyawan Sritex telah berhenti bekerja setelah PHK resmi diberlakukan sejak 26 Februari 2025.
Iqbal menegaskan bahwa PHK ini ilegal karena bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 68 Tahun 2024, yang sebelumnya telah dimenangkan oleh Partai Buruh, serta UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“PHK ini dilakukan tanpa mekanisme bipartit atau tripartit dengan Dinas Tenaga Kerja setempat. Seharusnya ada perundingan yang melibatkan serikat pekerja dan karyawan, tetapi yang terjadi justru karyawan diminta ‘mendaftar’ PHK, yang mengindikasikan adanya intimidasi atau kurangnya pemahaman mereka terhadap hak-hak ketenagakerjaan,” jelasnya.
Menurutnya, jika PHK dilakukan sesuai aturan, seharusnya ada notulen resmi hasil perundingan yang mencakup alasan PHK, kondisi keuangan perusahaan, nilai pesangon, dan siapa yang bertanggung jawab membayarnya, apakah manajemen atau kurator.
Kesimpulan
Gugatan class action dan aksi demonstrasi ini menjadi bukti keseriusan Partai Buruh dan KSPI dalam memperjuangkan hak-hak pekerja yang terdampak PHK massal di Sritex.
Langkah ini juga menjadi peringatan bagi pemerintah agar lebih proaktif dalam melindungi pekerja dan menegakkan regulasi ketenagakerjaan di Indonesia.
“Demi keadilan bagi buruh, kami tidak akan tinggal diam. Ini bukan sekadar perjuangan karyawan Sritex, tetapi juga untuk buruh di seluruh Indonesia yang sewaktu-waktu bisa mengalami hal serupa,” pungkas Iqbal.
(Red)