
Empat Tersangka Ditetapkan dalam Kasus Pemalsuan SHGB Pagar Laut di Tangerang
Jakarta.BeritaFaktaBanten.Com
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri resmi menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) terkait proyek pagar laut di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, mengungkapkan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menggelar perkara secara menyeluruh. Salah satu tersangka yang ditetapkan adalah Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin.
“Seluruh penyidik yang mengikuti gelar perkara sepakat menetapkan empat tersangka dalam kasus pemalsuan ini, yang melibatkan pemalsuan sejumlah dokumen terkait permohonan hak atas tanah,” ujar Djuhandhani kepada wartawan, Selasa (18/2/2025).
Selain Arsin, tiga tersangka lainnya adalah Sekretaris Desa Kohod berinisial UK serta dua penerima kuasa berinisial SP dan CE.
Mereka diduga bersekongkol dalam pemalsuan dokumen untuk mengajukan hak atas tanah.
Keempatnya diketahui telah membuat serta menggunakan surat-surat palsu, seperti girik, surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah, surat pernyataan tidak sengketa, serta berbagai dokumen lain yang digunakan untuk mengajukan permohonan sertifikat tanah.
Pemalsuan ini berlangsung sejak Desember 2023 hingga November 2024.
“Para tersangka seolah-olah bertindak sebagai pemohon yang mengajukan pengukuran tanah melalui KJSB Raden Muhamad Lukman Fauzi Parikesit.
Akibatnya, terbit 260 SHM atas nama warga Kohod,” tambah Djuhandhani.
Saat ini, penyidik Bareskrim Polri tengah melengkapi administrasi penyidikan serta akan mengambil langkah hukum lebih lanjut untuk menuntaskan kasus ini.
Kades Kohod Klaim Sebagai Korban
Sebelumnya, Kades Kohod, Arsin, mengklaim bahwa dirinya hanyalah korban dalam kasus penerbitan SHGB dan SHM pagar laut yang menyeret namanya.
Dalam sebuah video klarifikasi berdurasi dua menit yang diterima Pers pada Sabtu (15/2/2025),
Arsin menyatakan bahwa keterlibatannya dalam kasus ini terjadi akibat kurangnya pemahaman mengenai administrasi pertanahan.
“Saya juga korban dalam kasus ini karena ketidaktahuan dan ketidakhati-hatian dalam mengeluarkan surat kepemilikan tanah,” ujar Arsin.
Ia menambahkan bahwa peristiwa ini akan menjadi evaluasi bagi perangkat Desa Kohod agar kesalahan serupa tidak terulang di masa mendatang.
Selain itu, Arsin juga menyampaikan permohonan maaf kepada warga Desa Kohod dan masyarakat Indonesia atas kegaduhan yang terjadi akibat kasus ini.
Sementara itu, kuasa hukum Arsin, Rendy, menyebutkan bahwa kliennya menandatangani dokumen terkait SHGB karena adanya tekanan dari pihak lain.
“Pak Lurah menandatangani dokumen tersebut karena ada desakan dari pihak ketiga. Dalam modusnya, sertifikat bisa terbit jika Pak Lurah menandatangani,” jelasnya.
Rendy menambahkan bahwa dua orang yang diduga berperan besar dalam kasus ini adalah SP dan C, yang berperan sebagai pengurus atau kuasa warga dalam proses pengurusan sertifikat tanah
Kasus ini masih dalam proses penyelidikan lebih lanjut oleh Bareskrim Polri guna mengungkap seluruh pihak yang terlibat serta motif di balik pemalsuan dokumen tersebut.
(Red)